AMBON (info-ambon.com)-DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) menggelar pertemuan dengan Komisi II DPRD Provinsi Maluku guna mempertanyakan kompensasi terkait retribusi hutan adat.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, menyoroti dasar hukum yang digunakan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Maluku Nomor 1 Tahun 2012.
Menurut Irawadi, konsideran penerbitan Pergub tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. “Dalam bagian dasar hukumnya, banyak aturan yang sudah kadaluarsa, termasuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang peraturan perundang-undangan, yang kini telah digantikan dengan UU Nomor 13 Tahun 2022,” ujarnya di Ambon seusai rapat dengan utusan DPRD KKT di Rumah Rakyat Karang Panjang, Senin (10/2/2025).
DPRD KKT meminta kenaikan kompensasi retribusi tiga jenis kayu, yakni marbau dari Rp35.000 per meter kubik, kayu tora Rp15.000, dan kayu putih Rp10.000.
Menurut mereka, besaran tersebut tidak sesuai dengan kondisi ekonomi setempat dan perlu direvisi. Namun, Irawadi menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang jelas untuk penetapan angka tersebut.
Ia juga menjelaskan bahwa status hutan adat harus ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda), yang saat ini masih dalam proses di Komisi II DPRD Maluku.
“Perda ini adalah warisan dari periode sebelumnya dan masih dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM agar memiliki dasar hukum yang kuat untuk pengelolaan hutan adat,” kata Irawadi.
Jika Perda tentang hutan adat telah disahkan, maka seluruh kabupaten dan kota di Maluku dapat menyusun regulasi serupa agar memungkinkan adanya iuran dari pengelolaan hutan adat.
Namun, Irawadi menekankan bahwa konsultasi dengan Kementerian Kehutanan tetap diperlukan, mengingat retribusi hutan saat ini telah ditarik ke pemerintah pusat.
DPRD Maluku berjanji akan mengawal aspirasi masyarakat KKT terkait isu ini. Namun, fokus utama saat ini adalah penyelesaian Perda tentang hukum adat sebagai landasan utama sebelum adanya regulasi turunan seperti Pergub yang baru.(EVA)
Discussion about this post