AMBON(info-ambon.com)-Penghadanganyang dilakukan warga Kelurahan Lateri beserta Lurah setempat terhadap proses adat sasi yang hendak dilakukan, membuat Raja Negeri Halong dan masyarakat adat Negeri Halong kecewa.
Raja Negeri Halong, Stella G Tupenalay beserta saniri Negeri Halong kepada info-ambon.com, Selasa (3/9/2019) mengemukakan kekecewaan mereka atas apa yang dilakukan warga dan Lurah Lateri saat pihaknya ingin melakukan sasi adat di salah satu bangunan baru di kelurahan Lateri tepatnya didepan gedung Gereja Lahai Roy.
Menurut Tupenalay, pihaknya, tadi pagi, hanya akan melakukan prosesi adat sasi untuk bagian bangunan yang ada di pantai dan bukan atas keseluruhan bangunan. Sebab, bangunan yang dibangun dipantai tersebut, memang belum memiliki surat pelepas hak dari Negeri Halong yang mempunyai hak petuanan disana.
Ia menegaskan, terhadap prosesi adat sasi yang akan dilakukan Pemerintah Negeri (Pemneg ) Halong terhadap bangunan itu, sesungguhnya sudah mendapat persetujuan dari berbagai pihak, termasuk pemilik bangunan itu sendiri yakni Ibu Martha Maria Tanihaha.
‘’Dalam pertemuan mediasi tanggal 31 Agustus 2019 di ruang Kapolsek Baguala, kami sudah sepakat untuk pelaksanaan sasi tersebut dilaksanakan Selasa (3/9/2019) dan akan dibuka kembali pada Jumat (6/9/2019). Pemilik bangunan juga bersedia dengan kerelaan hati, bahkan sempat menanyakan kira-kira berapa personil yang akan terlibat dari Halong untuk proses sasi adat tersebut,’’ jelas Tupenalay.
Pertemuan mediasi 31 Agustus tersebut berlangsung di ruang Kapolsek Baguala diikuti dirinya, sekretaris negeri Halong, Saniri Negeri Halong, Kasat Intel Polres Ambon dan Kapolsek.
Ia menggambarkan, suasana mediasi yang dilangsungkan di ruangan Kapolsek Baguala tersebut berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan sudah ada kesepakatan mengenai hal itu.
Bahkan dihadapan seluruh peserta pertemuan, dirinya juga sudah menyampaikan, kalau nanti ada konpensasi berupa uang atas pelepasan hak tersebut, maka nanti uang itu diberikan sendiri oleh pemilik bangunan kepada pimpinan jemaat di Halong untuk membantu panitia pembangunan Gereja. Sebab Halong dengan 2 wilayah jemaat, banyak yang masih melakukan pembangunan maupun renovasi gereja.
‘’Saya bilang kepada pemilik bangunan. Saya tidak akan ambil uang sepeserpun untuk pribadi saya. Tapi akan saya langsung sumbangkan ke semua panitia pembangunan rumah ibadah yang ada di Halong. Bahkan, kalau lebih baik, uang itu diserahkan pemilik bangunan secara langsung ke pembangunan rumah ibadah. Ini sudah kesepakatan kita bersama,’’ tegasnya.
Namun dirinya merasa heran, ketika Pemneg Halong beserta saniri hendak melakukan prosesi adat itu, sudah dihalangi oleh masyarakat Lateri dan nampak disana Lurah setempat.
Selaku bagian dari masyarakat yang tahu adat, lanjutnya, pihaknya tidak ingin ada keributan dalam acara sacral tersebut, sehingga ketika hadangan itu terjadi, pihaknya langsung balik ke kantor negeri Halong.
‘’Kami hanya mau sampaikan, bahwa kami masyarakat adat Negeri Halong kecewa dengan apa yang dilakukan Lurah Lateri tersebut. Ibarat tuan rumah yang diusir oleh tami di rumahnya sendiri. Kami tidak ingin ada keributan, makanya kami memilih untuk kembali. Padahal, bangunan itu ada di petuanan adat negeri Halong, dan kelurahan tak punya wilayah ulayat’’ paparnya.
Tupenalay menambahkan, asas legalitas Sasi diakui oleh Negara dan pengakuan itu terdapat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yakni negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.
Pihaknya juga meminta semua pihak untuk melihat masalah ini secara jernih dan tidak memberikan stigma yang negative terhadap apa yang dilakukan Pemneg Halong tersebut. ‘’Kami sama sekali tidak berniat untuk mencari uang dalam kasus ini. Tidak. Kami hanya ingin, hak ulayat adat kami dihargai. Kalau kita sendiri tidak menghargai adat kita, lalu untuk apa lagi ada hokum di negeri ini,’’ sergahnya.
Menurutnya, pihaknya sama sekali tidak bermaksud menghambat investasi di Kota Ambon, namun sebaliknya, hendaklah juga menghargai hak-hak petuanan adat yang masih berlaku di negeri-negeri adat yang ada di Maluku, khususnya di Kota Ambon.
Tupenelay sampaikan, terhadap bangunan rumah makan 2 ikan dan Lateri Beach di Laterki, juga dilakukan hal yang sama, termasuk pelabuhan dan kantor Bakamla. Ia meminta, ada perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana. (PJ)
Discussion about this post