AMBON (info-ambon.com)- Sore itu, langit Kota Ambon sedikit mendung. Aroma khas laut berpadu dengan hiruk pikuk aktivitas jual beli di Pasar Arumbae, kawasan Mardika. Namun ada yang berbeda, langkah kaki terasa lebih cepat, dan suara-suara terdengar lebih riuh dari biasanya.
Bukan karena harga ikan naik atau pasokan telat datang. Warga dan pedagang tahu betul, hari ini, tamu penting akan datang: Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka.
Tak seperti biasanya, Pasar Arumbae berubah menjadi lautan manusia. Ribuan warga memadati lorong-lorong pasar, menyambut kehadiran sosok muda yang kini menjadi orang nomor dua di negeri ini.
Di antara mereka, seorang perempuan paruh baya dengan celemek lusuh dan tangan basah berdiri di dekat tumpukan ikan segar: Any Lalihatu namanya.
“Saya tidak pernah mimpi, Wakil Presiden bisa datang ke sini. Masuk pasar, lihat kami, bahkan pegang tangan yang bau ikan begini,” katanya lirih namun penuh bangga.
Any, 52 tahun, adalah satu dari sekian banyak pedagang ikan di Pasar Arumbae. Setiap hari ia menggelar dagangannya sejak subuh, menjajakan ikan segar dari Negeri Waai, Maluku Tengah. Dalam sehari, ia bisa menjual dua hingga tiga loyang ikan. Hari ini, ikan bukan satu-satunya yang membuatnya sibuk. Emosi bahagia membuncah ketika Wapres Gibran menghampirinya, menyapanya ramah, lalu menjabat tangannya tanpa ragu.
“Beliau tidak jijik. Senyum terus. Bahkan kasih kami uang. Saya menangis tadi,” ucap Any, matanya mulai berkaca-kaca.
Kunjungan Wapres Gibran ke Pasar Arumbae bukan sekadar simbolis. Ia berjalan menyusuri lapak-lapak, menyalami para penjual sagu, pisang, hingga ikan.
“Mama-mama papalele” sebutan akrab untuk pedagang perempuan di Ambon — menjadi sasaran utama sapaan hangat Wapres. Tak ada batas antara pemimpin dan rakyat. Tak ada panggung. Hanya lorong pasar, bau amis, dan wajah-wajah penuh harapan.
Gibran tak hanya menyapa, tapi juga mendengarkan. Ia menanyakan harga-harga, asal usul barang dagangan, bahkan berbincang ringan. Beberapa pedagang juga menerima bantuan uang secara langsung — hal kecil, tapi memberi dampak besar bagi usaha mikro mereka.
Di tengah keramaian itu, pengamanan ketat tak mengurangi kehangatan suasana. Ratusan personel dari Paspampres, TNI, Polri, dan satuan lainnya berjaga. Namun Wapres tetap berjalan santai, tidak mengenakan masker, tersenyum lebar, dan sesekali menyapa anak-anak yang ikut orang tuanya berdagang.
Kunjungan ke Pasar Mardika dan Arumbae adalah bagian dari rangkaian kegiatan Wapres di Maluku. Sebelumnya, ia meninjau Menara Pandang Bendungan Way Apu di Pulau Buru dan PLTMG Waai di Maluku Tengah. Namun, momen paling membekas justru datang dari pasar — tempat rakyat kecil bertahan hidup dan menyambung harapan.
Di sinilah suara rakyat terdengar tanpa protokol. Di antara bau amis ikan, senyum pedagang pisang, dan tumpukan sagu, Wapres Gibran menyerap langsung denyut nadi ekonomi rakyat kecil di timur Indonesia.
Kata-kata Any menjadi penutup yang kuat dari kunjungan itu. “Dari dulu, tidak pernah ada pejabat tinggi yang datang dan pegang tangan kami di sini. Ini baru pertama kali. Ini baru pemimpin,” ucapnya pelan.
Hari mulai gelap. Pasar perlahan kembali seperti biasa. Tapi bagi pedagang seperti Any, hari ini akan terus dikenang, sebagai hari ketika tangan bau amisnya dijabat oleh pemimpin, dan suaranya benar-benar didengar. (EVA)








Discussion about this post