JAKARTA(info-ambon.com) – Dalam upaya menjamin pelaksanaan protokol kesehatan di tengah masyarakat Kota Ambon dapat berjalan dengan baik, Pemerintah Kota Ambon menggunakan beragam cara mulai dari sosialisasi, patroli, pemasangan rambu-rambu dan peringatan, hingga upaya lain seperti menggunakan tongkat rotan sebagai pendekatan kearifan lokal.
Walikota Ambon Richard Louhenapessy, dalam dialog di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sabtu (25/7/2020) mengatakan bahwa tongkat atau rotan digunakan sebagai simbol kedisiplinan bagi masyarakat Ambon agar lebih hati-hati dan waspada.
“Pada awalnya polisi mengambil sikap menarik dengan patroli atau berjalan membawa rotan. Jika ada yang tidak pakai masker, hanya dengan pukul pelan-pelan sebagai pembelajaran untuk hati-hati dan disiplin. Rotan ini simbol untuk masyarakat lebih hati-hati dan waspada,” ujar Richard pada kegiatan talk show Sapa Daerah tentang penegakan disiplin protocol kesehatan di Kota Ambon.
Richard juga mengaku bahwa masyarakat Ambon bahkan mendukung upaya pemerintah dan aparat daerah setempat yang melakukan pendisiplinan menggunakan rotan.
“Masyarakat terpengaruh dengan perilaku polisi di India yang menggunakan rotan untuk mendisiplinkan masyarakat. Ketika polisi di Ambon juga menggunakan rotan, langsung mereka viralkan itu. Walaupun sempat ditegor oleh Kapolri kepada Polda di Ambon untuk tidak boleh pakai rotan, yang menarik disini adalah 95 persen masyarakat Ambon justru protes dan mendukung untuk polisi harus pakai rotan. Mereka sendiri yang meminta pakai rotan untuk dapat mendisiplinkan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan,” jelas Richard.
Pada kesempatan yang sama, Komandan Korem 151 Binaiya Brigjen TNI Arnold A.P. Ritiauw menjelaskan bahwa rotan digunakan sebagai sarana edukasi masyarakat. Dalam hal ini penggunaan rotan bukan berarti tindak kekerasan.
“Rotan atau tongkat bukan untuk menghukum atau menindak masyarakat, tetapi sebagai sarana edukasi masyarakat. Ketika melihat tentara dan polisi membawa rotan, mereka akan sadar sendiri untuk lebih disiplin menggunakan masker dan menjaga jarak,” ujar Arnold melalui dialog ruang digital.
Selanjutnya, Richard juga mengungkapkan bahwa Kota Ambon yang menjadi Kota Transit untuk seluruh Provinsi Maluku menjadi sangat rentan terhadap penularan COVID-19.
“Ambon tidak hanya kota tapi menjadi Kota Transit untuk seluruh Maluku sehingga hal ini membuat Kota Ambon menjadi sangat riskan terhadap potensi penularan COVID-19,” ungkap Richard.
Pada kesempatan itu Walikota Ambon juga paparkan, setelah mengetahui adanya kasus pertama COVID-19 di Kota Ambon pada 22 Maret 2020, Pemerintah Kota Ambon beserta seluruh aparat dengan cepat mengambil langkah preventif maupun represif dan menyatakan status tersebut dalam Kejadian Luar Biasa (KLB).
Penanganan dimulai dari mencari pakar epidemiologi di Kota Ambon untuk dapat menganalisa perkembangan dan skenario puncak penularan COVID-19.
Setelah mengetahui kajian yang telah dilakukan, pemerintah dan aparat daerah dapat mengambil langkah mitigasi sesuai dengan kajian yang telah dibuat.
“Jadi kami mengambil langkah preventif maupun represif berdasarkan kajian pada data yang tersedia. Jika tidak, penularan COVID-19 akan sulit untuk dikendalikan,” ucap Richard.
Kemudian, tantangan yang dihadapi Kota Ambon dalam penanganan COVID-19 adalah keterbatasan fasilitas kesehatan untuk merawat pasien COVID-19.
Melihat hal itu, Pemerintah Kota Ambon segera memutuskan untuk menggunakan Gedung Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah setempat dan menyewa hotel bintang tiga sebagai tempat perawatan pasien COVID-19.
“Tidak ada rumah sakit di daerah, adanya di provinsi dan fasilitas kesehatan juga terbatas. Untuk itu kami menggunakan Gedung Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah setempat dan menyewa hotel bintang tiga sebagai tempat perawatan pasien COVID-19,” jelas Richard seperti dirilis Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan COVID-19.
Selain itu, tantangan yang dihadapi adalah kepercayaan masyarakat terhadap adanya COVID-19 sehingga membuat kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat.
Pemerintah daerah bersama aparat setempat menangani dengan konsisten dalam keterbukaan informasi serta melakukan sosialisasi sehingga kepercayaan masyarakat dapat terus ditumbuhkan kepada pemerintah daerah.
“Langkah awal kita sudah dihadapkan resistensi luar biasa. Banyak masyarakat menolak PSBB, melakukan aksi demo dan menyatakan COVID-19 rekayasa. Namun kami konsisten untuk terbuka tentang data dan langkah penanganan pemerintah daerah serta melakukan pendekatan dengan sosialisasi,” jelasnya.
Selanjutnya, Richard mengungkapkan pendekatan pentaheliks menjadi salah satu langkah yang efektif dalam proses penanganan COVID-19.
“Sistem pendekatan pentaheliks sangat efektif dan positif dalam menekan penularan COVID-19. Kami selalu memberikan peran besar kepada pemerintah setempat, akademisi, masyarakat, media massa dan dunia usaha untuk bersama berkolaborasi dalam penanganan COVID-19,” ujarnya.
Terakhir, Arnold juga menjelaskan bahwa Kota Ambon mengaktifkan tiga pilar penting dalam mengedukasi masyarakat sehingga penanganan dapat dilakukan dengan baik dan maksimal untuk dapat membuat Kota Ambon menekan potensi penularan COVID-19.
“Kami mengaktifkan tiga pilar penting, yaitu pemerintah daerah, TNI dan Kepolisian dalam memberikan edukasi kepada masyarakat secara terus menerus. Kerja sama dan kerja keras kedepannya diharapkan dapat terus ditingkatkan sehingga Kota Ambon bahkan Provinsi Maluku dapat segera berada pada zona hijau dan bisa kembali beraktivitas dengan produktif dan aman COVID-19,” tutupnya. (PJ)