AMBON (info-ambon.com)-Senyuman merekah di wajah warga Desa Loolin, Maluku Barat Daya, ketika malam tiba. Untuk pertama kalinya, cahaya lampu tak lagi bergantung pada minyak tanah. Anak-anak bisa belajar lebih lama, dan Puskesmas kini dapat melayani warga tanpa takut kehabisan penerangan.
Inilah buah nyata dari hadirnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), bagian dari program masif pemerintah dalam mendorong keadilan energi bagi seluruh rakyat Indonesia—termasuk mereka yang tinggal di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Sebanyak 47 PLTS resmi dioperasikan secara serentak, tersebar di 47 desa di 11 provinsi. Peresmian dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (26/6/2025), di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ijen, Bondowoso, Jawa Timur. Dengan total kapasitas mencapai 27,8 megawatt (MW), pembangkit ini menghadirkan akses listrik bersih untuk 5.383 rumah tangga yang sebelumnya belum tersentuh jaringan listrik.
“Ini bukan hanya soal listrik. Ini soal harapan, tentang bagaimana anak-anak bisa bermimpi lebih besar dan warga bisa hidup lebih layak,” ujar Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, Kamis (26/6/2025).
PLN menyebut, dengan hadirnya listrik, kualitas hidup masyarakat meningkat drastis. Kegiatan ekonomi desa menggeliat, layanan kesehatan membaik, dan anak-anak tak lagi harus belajar dalam gelap. Program ini menjadi bagian dari komitmen PLN mendukung target Net Zero Emissions (NZE) 2060.
“Dulu roda ekonomi desa terhenti saat malam tiba. Kini, usaha rakyat tumbuh, dan layanan publik berjalan 24 jam. Inilah makna keadilan energi,” lanjut Darmawan.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keyakinannya bahwa energi surya menjadi solusi ideal untuk membangun kemandirian energi, terutama di daerah yang sulit dijangkau.
“Dengan energi tenaga surya, setiap desa bisa swasembada energi. Pulau-pulau terpencil, desa di gunung, semua bisa punya akses listrik,” tegas Presiden.
Ia juga menyoroti pentingnya efisiensi logistik dengan hadirnya PLTS, yang mengurangi ketergantungan pada infrastruktur kelistrikan konvensional yang mahal dan sulit dijangkau di wilayah 3T.
Presiden pun optimistis Indonesia bisa mencapai target zero carbon emissions tepat waktu, bahkan menjadi negara terdepan dalam transisi energi bersih di kawasan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan seluruh desa yang belum teraliri listrik akan mendapatkan akses melalui PLTS dalam 4-5 tahun ke depan. Ini akan dilakukan lewat kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan PLN.
“Inilah kabar baik dalam rangka memberikan pemerataan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang belum mendapatkan fasilitas listrik,” kata Bahlil.
Proyek ini, menurut Bahlil, akan menjadi tulang punggung peningkatan rasio elektrifikasi nasional dan menjadi simbol hadirnya negara bagi rakyat di pelosok.
Proyek peresmian 47 PLTS ini merupakan bagian dari total 55 proyek energi baru terbarukan (EBT)yang diluncurkan pemerintah tahun ini. Dalam konteks global, langkah ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara berkembang yang serius dalam menjalankan transisi energi.
PLN, sebagai ujung tombak pelaksana, terus mengembangkan kapasitas dan inovasi dalam energi terbarukan. Melalui agenda Transformasi PLN 2.0, perusahaan pelat merah ini menargetkan menjadi perusahaan global yang tak hanya kompetitif, tetapi juga berkontribusi pada masa depan yang hijau dan inklusif.
Di balik angka-angka megawatt dan target emisi, hadir kisah nyata perubahan di lapangan. Seperti di Desa Loang di Nusa Tenggara Timur, di mana warga kini bisa menyimpan hasil panen lebih lama berkat kulkas di rumah. Atau di Kalimantan Barat, di mana nelayan kecil memproduksi es batu sendiri untuk menyimpan ikan tangkapan.
Itulah energi yang tidak sekadar mengalir lewat kabel, tapi menyalakan harapan dan menggerakkan masa depan. (EVA)
Discussion about this post