MASOHI (info-ambon.com)- Pembangunan Jembatan Kawanua di Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, yang sempat dikomentari salah satu Anggota DPRD Malteng Frans J Picarima menyentil Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku terkesan asal jadi dalam penanganan rusaknya oprit Jembatan Wai Kawanua sepanjang kurang dari 10 meter.
Salah satu Pemuda asal Kecamatan Tehoru, Raasyid menanggapi pemberitaan tersebut.
Dimana, Raasyid menilai pernyataan Picarima tersebut seakan menampar telak wajah Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sebagai pihak yang membangun jembatan Wai Kawanua tersebut dari tahun 2006 hingga 2019.
Pasalnya, perencanaan awal sampai pembangunan jembatan Wai Kawanua harusnya sudah diperhitungkan matang-matang secara teknis oleh Dinas PUPR Maluku Tengah saat itu.
Betapa tidak, dengan derasnya Daerah Aliran Sungai (DAS) serta bentangan jembatan yang cukup panjang, ya tentu saja tidak heran kalau kini Jembatan Wai Kawanua harus mengalami kerusakan baik putusnya jembatan hingga rusaknya oprit.
“Saudara Picarima sebagai Wakil Rakyat Maluku Tengah harusnya berterima kasih kepada pihak BPJN Maluku yang hadir untuk mengatasi rusaknya jembatan Wai Kawanua. Pemkab Maluku Tengah tidak akan mungkin bisa membiayai kerusakan jembatan apalagi membangun baru. Maka dengan hadirnya BPJN Maluku tak lain karena ingin menyelamatkan akses transportasi dan kepentingan masyarakat yang tergantung pada Jembatan Wai Kawanua tersebut,” jelas Raasyid.
Lanjut Raasyid, kondisi aliran sungai kawanua liar dan bisa saja berubah kapan saja tergantung kondisi perubahan DAS di hulu sungai akibat dari pembalakan hutan dari orang yg tidak bertanggung jawab.
“Ya Kalau dilihat dari Ketinggian elevasi jembatan sudah aman, tetapi yang berpengaruh kenapa Dinas PU Malteng saat perencanaan dan pembangunan jembatan tidak memperhatikan type dan jenis pondasi yang harus didesain kuat dan kokoh terhadap hantaman air pada saat banjir ? jadi kini kenapa BPJN Maluku yang harus disalahkan? kami sebagai masyarakat Tehoru sangat berterima kasih kepada BPJN Maluku karena kalau mereka tidak turun langsung dan melakukan aksi penanganan, bagaimana bahan pokok masyarakat dan akses kendaraan bisa dilalui ?” tegasnya.
Untuk itu Raasyid meminta agar Picarima yang kini sementara mencari hati rakyat Maluku Tengah sebagai bakal calon Wakil Bupati agar tidak mengeluarkan pernyataan yang keliru. Sebagai warga yang berdomisili di kecamatan Tehoru, Raasyid menyaksikan sendiri bagaimana saat kejadian banjir tahun kemarin dan pekan lalu, dengan cepatnya pihak BPJN Maluku langsung turun ke lokasi.
Alat berat langsung dikerahkan, bahkan penanganan yang dilakukan oleh BPJN Maluku sampai pagi dini hari terus dilakukan non stop, demi masyarakat bisa kembali mengakses satu-satunya penghubung antar kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Timur.
“Staf BPJN Maluku langsung ke lokasi saat kejadian, alat berat diturunkan bahkan bukan saja dari BPJN Maluku yang turun, tetapi dari Ditjen Bina Marga kementerian PUPR pun berulang-ulang kali datang memantau pekerjaan. Jadi saya kira saudara Picarima yang notabenenya sebagai Wakil Rakyat dan juga bagian kolektifitas Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, patutnya memberikan apresiasi kepada pihak BPJN Maluku.
“Saya pernah dengar kalau saudara Picarima sebelum menjadi Anggota DPRD Maluku Tengah adalah seorang konsultan di BPJN Maluku, itu berarti dirinya (Picarima-red) tahu persis bagaimana secara teknis perencanaan dan pembangunan sebuah jembatan di kawasan aliran sungai yang berpotensi luapan yang cukup hebat,” ungkapnya.
Untuk diketahui, Jembatan Kawanua dibangun oleh Dinas PUPR Maluku Tengah dari tahun 2006 hingga 2019. Setelah rampung, aset jembatan tersebut di serahkan ke Pihak BPJN pada tahun 2020 karena kebetulan ruas jalan itu masuk dalam jalan nasional.
PPK 2.2 Satker PJN Wilayah II Provinsi Maluku, Yani Latuheru, ST.,MT pernah menjelaskan merupakan satu kesalahan jika menyebut robohnya jembatan Kawanua serta kerusakan oprit karena dikerjakan oleh BPJN, sebab seluruh struktur dan pilar jembatannya dikerjakan oleh PU Maluku Tengah.
“Setelah diserahkan pad Juni 2020, terjadi musibah bencana alam yang membuat dua bentang jembatan putus. Kami dari BPJN tidak tinggal diam, namun segera melapor sesuai prosedur yang ada ke Kementerian, Kasubdit Direktorat Jembatan. Selanjutnya kami diinstruksikan untuk minta surat pernyataan dari Bupati Maluku Tengah bahwa betul itu adalah bencana alam, bukan dibuat-buat,” ungkap Yani.
Dengan begitu lanjut Yani, setelah kita mendapatkan surat pernyataan dari Bupati Maluku Tengah bahwa itu kejadian disebabkan oleh bencana alam, barulah jembatan di proses menggunakan uang penanganan bencana alam dari kementerian.
Dengan anggaran tersebut, maka dibuatlah desain untuk mengganti Jembatan tersebut dan pelaksanaannya pun jalan.
“Pada saat itu kita dikasih waktu selama 3 bulan. Dari Bulan Juni itu, kita bisa selesaikan di Bulan Desember. Clear untuk rangkanya, karena yang putus waktu itu kan dua bentang yakni bentang 60 dan bentang 40. Untuk kedua bentang ini kita tidak bisa kerja asal-asalan karena stock rangkanya ini harus dicek dulu masih ada atau tidak,”
“Kadangkala ada yang pikir kita kerja lama padahal PU Malteng kerja saja 10 Tahun, BPJN kerja hanya 3 Bulan selesai,”
Kita pikir itu sudah selesai, namun minggu kemarin ada juga bencana kan. Nah itu karena jembatan itu tidak berdiri sendiri karena ada aliran sungai. Untuk mengatur aliran sungai tersebut, ada beberapa instansi yang memiliki wewenang seperti Balai Wilayah Sungai (BWS) ada Bina Marga dan ada juga Dinas Kehutanan.
Karena setelah bencana terjadi, kita melakukan pantauan hanyutan yang turun dari atas itu bukan saja air tapi disertai dengan balok-balok kayu jadi kita harus koordinasi dengan BWS dan juga Dinas Kehutanan untuk bagaimana membangun jalan.
Kalau Dinas Kehutanan, Lanjut dia, tidak atasi dari Hulu dengan reboisasi, atau atau BWS tidak normalisasi sungai artinya mengatur jalannya air dari atas hingga masuk di bawah jembatan. Jika tidak diatur maka akan terjadi kerusakan pada bangunan-bangunan lain pada jembatan Kawanua. Dan sekarang kita telah melakukan penanganan sementara menggunakan batang kelapa, setelah itu akan menggunakan rangka pada jembatan sementara.
“Untuk sementara rangka yang dipakai di jembatan belum bisa dibongkar, karena masih hujan menyebabkan banjir. Siapa yang mau menggunakan alat berat di situasi banjir. Setelah kita pantau Jembatan sementara itu air mulai turun dan selanjutnya akan memulai membongkar rangka jembatan sementara itu. BPJN tidak tinggal diam dalam situasi kerusakan jembatan pasca bencana alam yang terjadi disana,” tutup dia. (EVA)