AMBON (info-ambon.com)-Malam itu, langit Nusaniwe cerah. Di balik pagar merah-putih yang terpasang rapi, cahaya lampu berpadu dengan suara paduan suara yang mengalun lembut. Kamis (14/8/2025) menjadi malam penuh makna bagi Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa.
Setelah enam bulan resmi menjabat, ia bersama istri, Maya Baby Lewerissa/Rampen, dan anak-anak akhirnya menempati Rumah Dinas Gubernur Maluku di kawasan Mangga Dua, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Namun, kepindahan ini bukan sekadar seremoni birokrasi. Suasana hangat, syahdu, dan penuh kekeluargaan terasa di setiap sudut rumah. Ini adalah awal dari babak baru, bukan hanya bagi keluarga Lewerissa, tapi juga bagi narasi kepemimpinan di Maluku.
Acara syukuran yang digelar malam itu diawali dengan ibadah sederhana namun khidmat. Di bawah naungan firman Tuhan dari kitab Mikha 6:8, Pdt. T.H. Werinussa mengingatkan bahwa rumah dinas bukanlah simbol kekuasaan, melainkan ruang spiritual dan sosial yang menyatukan pemimpin dengan Tuhannya serta rakyatnya.
“Rumah ini jangan tertutup, tapi pintunya selalu terbuka untuk siapa saja – mama-mama papalele, tukang becak, sopir, maupun pejabat. Biar semua merasa diterima,” ucap Pdt Werinussa, yang disambut haru para undangan.
Seakan mengamini pesan itu, Gubernur Lewerissa menegaskan, rumah dinas ini akan menjadi “Rumah Inspirasi Par Maluku Pung Bae” – bukan hanya tempat tinggal jabatan, melainkan ruang dialog, tempat bertemunya pikiran-pikiran segar untuk kemajuan Maluku.
“Saya ingin menjadikannya tempat bertukar ide, membangun sinergi, dan merajut persaudaraan. Rumah ini harus hidup, bukan hanya oleh birokrasi, tapi oleh kasih dan kehangatan,” ujarnya dalam sambutannya.
Gubernur Lewerissa mengaitkan filosofi rumah dengan nilai-nilai lokal masyarakat Maluku.
“Di negeri-negeri adat, setiap orang yang masuk rumah disambut dengan senyum, doa, bahkan sekadar makanan sederhana. Yang penting kehangatan dan rasa kekeluargaan hadir. Itulah suasana yang ingin saya hadirkan di sini,” katanya.
Ia menyebut rumah itu bukan milik pribadi, melainkan milik rakyat, yang selama masa jabatannya akan dijaga sebagai simbol keterbukaan dan akuntabilitas.
Menjawab sorotan publik terkait biaya renovasi rumah dinas, Lewerissa menjelaskan bahwa perbaikan memang mendesak dilakukan karena kondisi bangunan yang sudah tua dan tidak layak huni.
“Biaya renovasi memang tidak sedikit, tapi tidak sebesar yang diberitakan media. Itu hiperbolis dan tidak objektif,” ujarnya tanpa menghindari kritik.
Ia menyadari, menjadi pemimpin bukan hanya soal kebijakan, tapi juga kesiapan menerima kritik. “Cercaan dan hinaan itu bagian dari perjalanan. Yang penting, apa yang saya lakukan benar dan untuk kepentingan rakyat, bukan pribadi atau kelompok,” tegasnya.
Penempatan rumah dinas ini bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Bagi Gubernur Lewerissa, momen ini bukan kebetulan, melainkan pengingat bahwa kepemimpinan adalah bagian dari perjuangan panjang bangsa.
Di tengah lantunan musik dan doa-doa yang naik ke langit, malam itu, rumah di Mangga Dua tak lagi hanya menjadi bangunan dinas. Ia menjelma menjadi ruang harapan – tempat di mana Gubernur Maluku ingin menulis babak baru: kepemimpinan yang terbuka, hangat, dan menyatu dengan rakyatnya. (EVA)








Discussion about this post