Psikolog Perdamaian Dwi Prihandini: Stop Body Shaming

Seminar Stop Body Shaming di beberapa lokasi pendidikan di Pulau Ambon.-EVA-

AMBON (info-ambon.com)-Psikolog Perdamaian, Dwi Prihandini  bekerja sama dengan Direktur Yayasan Peduli Inayana Maluku Cherly C. Laisina  menggelar Seminar Stop Body Shaming,  seminar stop bullying, dan road show to school di 6 lokasi pendidikan yakni, SMP Kartika XIII Ambon, SMP Al Anshor Liang, SMA Negeri 3 Salahutu Negeri Tulehu, SMA Negeri 9 Waiheru, Universitas Darussalam Ambon (Unidar), Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), dan Anak jalanan di Kota Ambon, kegiatan ini berlangsung 16-19 Juli 2019.

Dwi Prihandini  kepada info-ambon.com, dikatakan, seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2019 yang akan di peringati tanggal 23 Juli 2019 mendatang.

Body shaming menurut literatur yang ada, ialah tindakan mengomentari bentuk fisik seseorang, baik itu disengaja atau tidak, namun hal ini bisa berpengaruh ke masalah mental orang yang dikomentari, body shaming termasuk bullying, dan bullying termasuk aggression atau kekerasan, makanya itu harus dihentikan.

“Konsen saya adalah generasi milenial saat ini, sebab nanti pada tahun 2020-2030 itu generasi muda akan mencapai puncak populasi hingga 70 persen sebagai bonus demokrasi, artinya kalau kita tidak mengolah generasi ini dengan baik dan benar, maka kita akan menerima segala konsekwensinya, kita akan kehilangan generasi yang kita sayangi,’’jelasnya kepada wartawan di sela-sela seminar stop body shaming, dan stop bullying, Kamis (18/7/2019) di Ambon.

Dijelaskan, pihaknya akan memberikan penjelasan detail misalnya ketika dilakukan body shaming di media social misalnya, dengan melebelkan orang gemuk atau mengomentari bentuk bentuk fisik sesorang dengan negative, dengan perkataan itu, anda sudah terseret konsekuensi hukum.

Menurutnya, dalam perilaku agresif seperti juga berbagai perilaku sosial yang kompleks, sebagian besar terjadi karena proses belajar. Baik dari engalaman langsung, praktek atau melalui pengamatan pada orang lain. Pelaku Body Shaming di media sosial dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 (jo) Pasal 45 ayat 3 (jo) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dalam UU No 19 Jahun 2016.

“Hal merupakan delik aduan. Ancaman hukuman,penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak 750 juta,” tandas Prihandini.

Disebutkan, dengan menghentikan body shaming bukan sekedar karena takut dipenjara, melainkan karena kesadaran untuk menggunakan empati ketika memberikan komentar terhadap kondisi fisik atau tubuh orang lain.

“Jangan beri ruang bagi pelaku body shaming dengan memberikan validasi pada perilaku tersebut,”lanjut dia

Lalu bagaimana jika ketika kita menjadi sasaran body shaming, lanjut dia, beberapa cara praktis yang dapat dilakukan, yaitu memberi respon positif terhadap diri sendiri dengan cara berterima kasih pada tubuh anda.(EVA)

Exit mobile version