AMBON(info-ambon.com)-Penyelenggara Bali Kei Archipelago Festival (BKAF) diundang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara (Malra) melalui Dinas Pariwisata untuk memenuhi kewajibannya terhadap pajak dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU 28 Tahun 2009 juncto pasal 31,32,33 dan 34 Perda Malra Nomor 17 tahun 2012.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Malra, P.B. Roy Rahajaan, SH.M.Si kepada info-ambon.com, Jumat (6/12/2019) katakan, surat panggilan tersebut dimaksudkan agar pimpinan PT IPS yang adalah penyelenggara BKAF memberikan keterangan terkait pemenuhan kewajiban pimpinan PT IPS penyelenggara BKAF tahun 2019.
Rahajaan sebutkan, undangan menghadap sudah dilayangkan pihaknya sebanyak 3 kali yakni pada 12 November, 15 November dan 2 Desember 2019 kepada pimpinan PT IPS, dan jika tidak menghadap, maka pihaknya siap melanjutkan kasus ini ke jenjang hukum sesuai prosedur yang berlaku.
Atas surat panggilan itu, Pimpinan PT IPS, Andy Manuhuttu yang dikonfirmasi info-ambon.com, Jumat (6/12/2019) pekan lalu sebutkan, pihaknya bingung dengan kehadiran surat panggilan tersebut.
Pasalnya, surat itu baru dilayangkan setelah 20 hari penyelenggaraan BKAF 2019 di Desa Ohoililir, Malra.
Dia kemudian menceritakan awal mula apa yang dilakukan pihaknya untuk kepulauan Kei dimana pada 2015 lalu saat Bupati Malra mengeluarkan rekomandasi untuk BKAF dan tembusannya juga ke kantor staf kepresidenan di Jakarta.
Menurutnya, dalam pertemuan berkali-kali dengan Bupati Malra saat itu, tidak ada pembicaraan yang menyangkut kewajiban membayar pajak dan retribusi, karena bupati sendiri menyatakan bahwa Kei masih dalam masa promosi.
‘’Saat itu bupati sampaikan, yang penting kita mempromosikan Kei. Dan kita sudah melaksanakan itu sejak 2015 lalu pada gelaran BaliandBeyond Travel Fair(BBTF) 2015.
Saat pelaksanaan BKAF 2019 di Desa Ohoililir, papar Manuhuttu, tidak ada satupun dari dinas yang hadir di acara itu termasuk dari Pariwisata dan Dispenda, sehingga tidak ada yang mengetahui berapa orang yang hadir, sebab kalau dispenda hadir maka bisa mengetahui berapa orang yang hadir untuk dikalkulasi.
BKAF 2019, tambahnya, pihaknya bekerjasama dengan Desa Ohoililir, karena ada yang namanya otonomisasi desa, jadi desa menerima 20 persen dari uang pemasukan tiket. ‘’Jadi bagi kami itu sudah selesai. Kalau dia masuk pajakin dia pajakin desanya,’’ katanya.
Dia mengakuui, pihaknya kaget dengan panggilan itu, apalagi surat panggilan itu mengharuskan pimpinan perusahaan datang ke kepulauan Kei untuk berbicara di Dinas Pariwisata Malra.
Dan karena perusahaan kami punya lowyer, maka melalui lawyer kami pertanyakan kewenangan dari dinas pariwisata mengejar pajak hiburan bukannya itu adalah kewenangan dispenda.
Pertanyaan kedua yang kami sampaikan lewat lawyer kami, adalah kenapa harus yang hadir pimpinannya, sebab kita punya wakil resmi di Kei dari perusaahaan, namun perwakilan kami ditolak.
Manuhuttu menjelaskan, kalau ada pajak hiburan yang harus pihaknya bayar, semestinya diberitahukan sebelumnya. Apalagi pihaknya tidak ada promosi, tidak ada pasang spanduk, baliho, di kabupaten, dan hanya di venue event Desa Ohoililir. Bahkan itu disetujui oleh pemdes, makanya mereka menerima 20 persen dari pemasukan tiket.
‘’Jadi kita tak mengerti, kenapa tiba-tiba dinas melayangkan panggilan. Sebab saat penyelanggaraan, kita tidak tahu harus bayar pajak,’’ sergah seraya menambahkan, pada even yang sama 2017 lalu, pihaknya tidak diminta membayar pajak, dan kali ini kami diminta bayar pajak setelah 20 hari pelaksanaan selesai. (PJ)