AMBON(info-ambon.com)-Munculnya 3 pasangan calon yang bertarung di ajang Pilkada Maluku 2018, memberikan pilihan yang beragam bagi masyarakat untuk menentukan pilihannya.
Ada 2 paslon lewat jalur Partai Politik (Parpol) yakni SANTUN (Said Assagaf dan Andre Rentanubun) dan BAILEO (Murad Ismael dan Barnabas Orno) dan 1 Calkada lewat jalur perseorangan atau independen yakni paslon HEBAT (Herman Koedubun dan Abdulah Vanath).
Salah satu pemerhati politik di Maluku, James Timisela, di Ambon mengungkapkan, bahwa munculnya calon perseorangan di Pilkada Maluku semestinya harus menjadi evaluasi bagi partai politik terutama dalam hal rekrutmen kader politik yang akan diusung menjadi calon pemimpin daerah.
“Kalau kenyataannya ada calon pemimpin yang dihasilkan diluar parpol, itu tandanya kepercayaan masayarakat kepada parpol semakin menurun,” ungkapnya.
Disingung apakah menurunnya kepercayaan masyarakat, kepada Parpol adalah karena jenuhnya masyarakat terhadap sikap pragmatisme dengan adanya cost politik untuk meloloskan calon tertentu dalam bentuk rekomendasi, Timisela menampik, menurutnya turunnya tingkat kepercayaan dari masyarakat maupun kader adalah bentuk dari ketidakmampuan pimpinan partai di daerah yang tidak mampu melihat dan membaca keinginan masyarakat arus bawah dan memperjuangkannya pada tataran pimpinan pusat.
“Jangan ketika Pimpinan Pusat mengeluarkan sebuah rekomendasi, lalu diharapkan semua struktur partai dibawahnya harus mengikutinya, padahal struktur partai di bawahnya, anggota, masyarakat pendukung maupun simpatisan selamanya tidak selalu sejalan dengan dengan keputusan tersebut, karena itu pimpinan parpol di daerah harus jeli dan harus memperjuangkan aspirasi arus bawah, ketimbang dengan dalih ketaatan lebih memilih mengamankan keputusan pimpinan DPP” kritik Timisella.
Menurut Timisella, dengan munculnya 3 paslon di Pilgub, yang ditandai dengan bergabungnya pasangan calon Independen, yang mengusung jargon HEBAT, maka tingkat pragmatisme dan politik transaksional semakin berkurang karena aspirasi politik masyarakat tersalurkan.
Diungkapkannya, jika calon independen, maka masyarakat yang bergerak mencari pemimpinnya, tetapi kalau lewat jalur parpol maka pemimpin yang bergerak mencari masyarakat, sehingga rentan terjadi pragmatisme dan politik transaksional. (IA-NK)