AMBON (info-ambon.com)-Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 40 Ambon memicu perhatian publik setelah beredar kabar bahwa seorang guru menyetrika dada siswanya hingga melepuh.
Namun, hasil penelusuran Komisi DPRD Maluku menyebutkan bahwa peristiwa tersebut tidak sesuai dengan informasi awal yang tersebar di masyarakat.
Peristiwa yang melibatkan siswa berinisial MAL (17) itu terjadi pada 12 November 2025 di ruang asrama sekolah. MAL dan enam rekannya diketahui membuat tato kecil di dada masing-masing. Tindakan tersebut kemudian diketahui wali asuh, yang lantas memanggil dan menegur para siswa. Pada tahap ini, situasi disebut masih terkendali.
Namun kabar yang kemudian beredar menyebutkan bahwa seorang guru menghukum MAL dengan menempelkan setrika panas ke dadanya. Informasi itu memicu reaksi publik, terlebih karena sekolah tersebut dikenal sebagai institusi yang menaungi siswa kurang mampu.
Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Saoda Tethool, mengungkapkan bahwa hasil pengecekan langsung Komisi DPRD ke lokasi menunjukkan kronologi berbeda dari tuduhan awal.
“Dari laporan awal disebutkan guru menyetrika siswa sampai badannya melepuh. Setelah kami turun ke lapangan, ternyata bukan seperti itu,” kata Saoda kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Rabu (19/11/2025).
Menurut penjelasannya, guru yang memanggil para siswa hanya menegur tindakan membuat tato tersebut dan meminta mereka menghapusnya. Sang guru kemudian memberi contoh bahwa setrika panas dapat merusak tubuh jika digunakan sembarangan.
“Guru itu hanya menunjukkan contoh dengan memegang setrika. Namun justru teman siswa itu sendiri yang mengambil setrika panas dan menempelkannya ke dada korban, sehingga terjadi luka,” ujarnya.
Saoda menegaskan bahwa tuduhan terhadap guru tersebut dapat membahayakan dan merusak reputasi pendidik bila tidak diverifikasi.
“Informasi yang salah bisa mencelakakan orang. Seandainya guru dipanggil dan diberi sanksi tanpa klarifikasi dari siswa, itu berbahaya,” katanya.
Saoda menyampaikan bahwa pihaknya meminta agar pihak siswa memberikan klarifikasi terbuka demi meluruskan informasi.
“Kemarin saya sudah sampaikan agar anak ini keluar memberikan klarifikasi di media, supaya masalah ini menjadi jelas,” ujarnya.
Ia menilai kabar awal yang menyebut guru sebagai pelaku dapat dikategorikan sebagai kebohongan yang merugikan pihak sekolah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah yang akan diambil menyusul insiden tersebut. Sementara itu, perkembangan penanganan kasus masih ditunggu dari pihak sekolah maupun instansi terkait. (EVA)








Discussion about this post