AMBON (info-ambon.com)- Komisi II DPRD Provinsi Maluku mendesak pemerintah pusat meninjau ulang sejumlah regulasi di sektor kelautan dan perikanan yang dinilai merugikan daerah. Salah satu aturan yang menjadi sorotan adalah kebijakan alih muat hasil tangkapan ikan di laut, yang disebut telah menurunkan drastis pendapatan asli daerah (PAD) Maluku.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, menyampaikan hal itu usai melakukan pertemuan dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Lotharia Latif di Jakarta, pekan lalu. Pertemuan tersebut membahas aspirasi masyarakat dan nelayan terkait dampak kebijakan pusat terhadap ekonomi daerah.
Menurut Irawadi, dua aturan yang dipersoalkan yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) serta Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alih Muat (Transhipment), yang diatur kembali dalam PP Nomor 61 Tahun 2009 dan PP Nomor 24 Tahun 2021.
“Kebijakan alih muat di laut membuat PAD Maluku anjlok drastis. Dulu, pelabuhan perikanan di Samlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, bisa menghasilkan sekitar Rp200 miliar per tahun. Sekarang tinggal Rp2 miliar, karena alih muat dilakukan di laut dan bukan lagi di pelabuhan daerah,” ujar Irawadi di Ambon, Selasa (5/11/2025).
Ia menjelaskan, kebijakan baru itu memungkinkan kapal-kapal penangkap ikan langsung memindahkan hasil tangkapan di tengah laut, kemudian membawanya ke pelabuhan lain di luar Maluku seperti Makassar, Bitung, Bali, atau Jakarta, tanpa melalui pelabuhan perikanan daerah.
“Jika hasil tangkapan didaratkan di pelabuhan Maluku dan dikenakan retribusi Rp20 ribu per kilogram, potensi penerimaan bisa mencapai Rp17 triliun per tahun. Tapi semua itu hilang karena aturan ini. Maluku tidak akan bergantung pada dana transfer pusat bila pendapatan sektor kelautan dikelola penuh oleh daerah,” katanya.
Selain itu, Komisi II juga menyoroti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dinilai membatasi kewenangan daerah menarik pajak dan retribusi sektor perikanan.
“PAD kita jatuh, APBD tertekan. Banyak fasilitas perikanan yang dibangun pemerintah kini tidak berfungsi optimal karena alih muatnya tidak lagi di darat,” tambah Irawadi.
Ia meminta pemerintah pusat mencabut Permenhub Nomor 28 Tahun 2022 dan mengembalikan sistem alih muat seperti sebelumnya, di mana seluruh hasil tangkapan wajib didaratkan di pelabuhan perikanan daerah.
Menurut Irawadi, Dirjen Perikanan Tangkap KKP menyampaikan bahwa regulasi tersebut diterbitkan atas usulan dari wilayah timur. Namun, ia menegaskan, Maluku tidak pernah mengusulkan kebijakan itu.
“Alasan mereka soal ikan cepat membusuk jika didaratkan tidak masuk akal. Teknologi pengawetan ikan kita sudah maju. Jadi ini hanya pembenaran yang menguntungkan pengusaha,” ujarnya.
Irawadi menilai, kebijakan alih muat di laut justru menguntungkan pengusaha besar dan merugikan masyarakat serta pemerintah daerah.
“Aturan ini berpihak pada pengusaha, bukan rakyat. Kami tegas meminta pemerintah pusat mengevaluasi dan mencabutnya,” tutupnya.








Discussion about this post