AMBON (info-ambon.com)- Terkait dengan fenomena ikan mati yang terjadi dipesisir pantai pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease pada 13-16 September 2019, yang meliputi, Negeri Hutumuri, Rutong, Leihari (Kecamatan Leitimur Selatan), Passo, (Kecamatan Baguala), Seri, Latuhalat Air Low Suli (Kecamatan Nusaniwe), Tulehu, Waai, tengah-tengah (Kabupaten Maluku Tengah), Oma (Pulau Haruku) ada empat rekomendasi yang dikeluarkan dari hasil Focus Grup Discussion (FGD), yang dilakukan dikantor pusat penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) , Kamis (19/9/2019).
Dari hasil hasil kajian tersebut, dikeluarkan empat rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, untuk mencari tahu penyebab ikan mati. Rekomendasi tersebut yakni,
Pertama: ikan yang beredar disekitar kejadian itu, masyarakat tak usah khawatir, ikan layak dikonsumsi dengan catatan ikan yang masih segar, dan baru saja mati, atau pengecualian untuk ikan yang sudah mati dan mengalami penurunan mutu atau kualitas atau membusuk, ikan yang sudah mengalami penurunan mutu sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur.
Kedua: berdasarkan rujukan ilmiah tidak ada kejadian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan peristiwa kematian ikan secara massal, sehingga fenomena tersebut tidak dapat dijadikan indikator akan terjadinya peristiwa gempa bumi dan atau tsunami. Sampai saat ini juga kondisi kegempaan di wilayah pulau Ambon masih dalam keadaan normal.
Ketiga: adanya kerasahan di kalangan masyarakat terkait kematian ikan yang dihubungkan dengan isu akan terjadinya peristiwa gempa bumi dan tsunami dipesisir pulau Ambon. BMKG melakukan analisa, kegempaan bahwa tidak ada kejadian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan peristiwa kematian ikan secara massal, sehingga fenomena tersebut tidak dapat di jadikan indikator akan terjadinya peristiwa gempa bumi dan tsunami. Sampai saat ini juga kondisi kegempaan di wilayah pulau Ambon masih dalam keadaan normal.
Keempat: untuk peningkatan mutu kemampuan identifikasi racun atau toksin pada fenomena ini, perlu diadakan instrumen atau alat laboratorium untuk toksisitas.
FGD yang melibatkan stakholder terkait yakni, diantaranya LIPI, Balai Karantikan Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Ambon, Dinas Perikanan Ambon, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ambon, fakultas perikanan dan ilmu kelautan Universitas Pattimura (Unpatti), dan beberapa instansi lainnya.
Kepala Dinas Perikanan Kota Ambon, Steiven Patty menjelaskan, dari hasil kajian, ikan yang ditemukan mati secara massal adalah jenis ikan karang sebanyak 23 jenis, dengan jenis ikan yang dominannya adalah ikan kuli pasir (Naso Hexacanthus, Naso Caeruleacauda), ikan Tatu (Milichtys Niger), yang habitatnya dari laut dalam. “Berdasarkan analisa organoleptik, isi lambung dan insan ikan tidak ditemukan fitoplankton beracun.
Berdasarkan aspek kajian kualitas air, tidak ditemukan adanya fiktoplanton beracun penyebab harmful algae blooms (HABs ), dan tidak ditemukan adanya anomali,”jelasnya.
Dikatakan, berdasarkan penelitian juga bahwa saat ini terjadi upwelling atau perubahan massa air, sehingga berpengaruh terhadap oksigen di dasar laut.
“Walaupun hasil rekomendasi telah keluar, perlu dilakukan penelitian terpadu dan kontinyu terkait dengan kondisi ekosistem terumbu karang, monitoring kondisi oseanografi periaran, dan analisa pencemaran logam berat,’’kata Patty.(IA-EVA)