Gawat, 75 Persen Pangan Jajanan Anak Sekolah di Ambon Tak Penuhi Syarat

Paparan hasil penelitian soal pangan jajanan anak sekolah di Ambon. Gawat, 75 persen TMS.-EVA-

AMBON (info-ambon.com)-Dari hasil pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Kota Ambon didapat hasil bahwa 62,5 persen mengandung bakteri E-coli (MPN Coliforn), 12,2 persen pangan positif  tercemar bakteri S.aureu, dan 31,25 persen pemanis siklamat melebihi ambang batas yang diperbolehkan 350 ppm.

“Dari hasil PJAS di Kota Ambon oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Ambon pada semester 1 tahun 2019 menunjukan 75 persen PJAS Tidak Memenuhi Syarat (TMS), dan hanya 25 persen yang hanya Memenuhi Syarat (MS) di Kota Ambon,’’ kata Asisten I Sekkot Ambon, Mien Tupamahu saat membacakan sambutan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, pada Bimbingan Teknis (Bimtek) keamanan PJAS, dan komunitas sekolah, Kepala Sekolah (Kepsek) se-kota Ambon di Lantai 5 Hotel Santika Ambon, Rabu (17/7/2019). Kegiatan ini dilaksanakan bersama BPOM Ambon.

Dikatakan, tujuan dari kegiatan ini mewujudkan kemandirian komunitas sekolah dalam melindungi diri dari peredaran Pangan (PJAS) se-Kota Ambon yang tidak aman dan bermutu.

Aksi Nasional Gerakan Pangan Jajanan Anak Sekolah (AN-PJAS) merupakan gerakan untuk meningkatan PJAS yang aman, bermutu, dan bergisi melaui partisipasi aktif dan terpadu dari seluruh kementerian, lembaga, baik tingkat pusat maupun daerah serta pemberdayaan komunitas sekolah, AN-PJAS menuntut kemandirian sekolah termasuk guru, orang tua murid, dalam pengawasan keamanan jajanan anak dilingkungan sekolah masing-masing.

Ia memberikan apresiasi kepada BPOM Ambon yang telah melaksanakan inisiasi Bimtek keamanan pangan PJAS  dilingkup Pemerintah Provinsi dan Kota Ambon, selain itu menghimbau kepada para peserta agar dapat mengikuti kegiatan ini untuk menunjang kesuksesan juga program yang berjalan secara kesinambungan sehingga apa yang diharapan dapat tercapai.

“AN-PJAS selaras dengan program gerakan masyarakat hidup sehat (Germas)yaitu komsumsi  pangan sehat. Unguk mensinergikan program AN-PJAS dengan germas serta program pemberdayaan sekolah, dari kementerian/lembaga baik tingkat pusat maupun daerah, seperti program piagam bintang kemanan pangan kantin sekolah (BPOM RI), Program laik sehat kantin sekolah (Kemenkes), Program bantuan kantin sehat (Kemendigbud), Program UKS Madrasah (Kemenag), Sekolah Ramah anak (Kemenpan PPA), dan sekolahg afiwiyata (Kemen LH), maka perlu sinergisme  baik data maupun intervensi yang telah dilakukan,’’terang Tupamahu.

Sementara itu, Kepala BPOM Ambon, Hariani mengatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan, setelah advokasi dengan Sekertaris Kota (Sekkot) Ambon serta Stakholder terkait PJAS pada beberapa waktu lalu, dan hari ini sudah dilakukan bimtek langsung kepada kepala sekolah dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) di Kota Ambon.

“Dalam bimtek ini kita bagikan 2 tahap, yakni tahap pertama diikuti 200 orang, dan besok dilanjutkan dengan 200 orang yakni Kepsek dan petugas UKS. Mudah-mudahan dengan dilakukan bimtek terkait PJAS, para kepsek dapat sampaikan kepada sekolah masing-masing,’’tungkasnya.

Dilanjutkan, saat ini pihaknya masih melakukan pengawasan kecil untuk PJAS, tapi untuk porsinya tidak terlalu besar hanya 5 persen dari target sampel yang harus kita uji secara keseluruhan. dan masih banyak juga yang tidak memenuhi standar terkait higinis dan sanitasi.

“Mudah-mudahan dengan kita sudah menyampaikan ke kepala sekolah dan guru-guru terkait dengan keamanan PJAS nanti mereka bisa menyeleksi yang berjualan atau pangan-pangan yang di kantin misalnya, kita lakukan pengawasan dengan dengan mobil keliling untuk menguji rapid tes ke sekolah-sekolah Kota Ambon,’’jelas dia.

Sementara itu, untuk yang sanitasi ada macam-macam, ada yang dari luar sekolah, sekolah di Ambon ini ada yang tidak punya kantin, memang selama ini yang kita lihat itu makanan siap saji yang buat hari ini di konsumsi hari ini kalau pangan olahan, misalnya snack anak-anak itu kan banyak juga dijual di sekolah lagi itu tidak terindikasi ada masalah.

“Sanitiasinya justru yang rumahan, sebenarnya kita ada buat intervensi ke yang buat, tetapi kita tidak bisa hanya iintervensikan pembuat, tetapi yang di sekolah yang menerimajadi  harus menyaring dan harus mempersyaratkan. Sebetulnya kita harus mengubah perilaku hidup sehat.,’’tutup Hariani.(EVA)

Exit mobile version