AMBON (info-ambon.com)-Dua Fraksi DPRD Maluku, yakni Fraksi Partai Golkar dan PDIP secara tegas menolak Laporan Pertangungjawaban (LPJ) Gubernur Tahun anggaran 2022. Sementara yang menerima LPJ APBD 2022 yakni Fraksi Partai Demokrat dan Nasdem, Fraksi Perindo Amanat Berkarya, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Gabungan PKB dan PPP.
Penolakan ini disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam rangka penyampaian kata akhir Fraksi-fraksi terhadap LPJ Gubernur Tahun Anggaran 2022 yang dipimpin Ketua DPRD, Benhur George Watubun dan didampingi seluruh wakil ketua serta dihadiri Wakil Gubernur Barnabas Orno, Sekda Maluku, Sadali Le dan jajaran pimpinan OPD, Kamis (3/8/2023).
Ketua Fraksi Partai Golkar, Anos Yermias pandangan akhir fraksi menyampaikan, sebagai salah satu fraksi utuh di DPRD Provinsi Maluku, Fraksi Partai Golkar memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap kesejahteraan konstituen di 11 kabupaten/kota di Maluku.
Hal ini mendorong, Fraksi Golkar untuk secara aktif memantau dan mendukung perkembangan daerah ini melalui pengawasan terhadap Pemerintahan Gubernur Maluku periode 2019-2024, khususnya dalam hal pembangunan.
“Sejak awal pemerintahan Gubernur Maluku periode 2019-2024, Fraksi Partai Golkar telah menjalankan peran konstruktif sebagai oposisi yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mengontrol jalannya pemerintahan,” jelasnya.
Bahkan, Fraksi Golkar telah memberikan sumbangan berupa evaluasi dan masukan konstruktif dalam berbagai aspek pemerintahan selama empat tahun di bawah kepemimpinan Gubernur Maluku Murad Ismail.
Dikatakan, Fraksi Golkar, telah melakukan melalui evaluasi mendalam terkait laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2022 yang memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Provinsi Maluku.
Dijelaskan, dari aspek pendapatan asli daerah dimana, mengalami penurunan terutama dari pajak daerah dan retribusi dapat menyebabkan ketergantungan yang lebih besar pada pendapatan transfer dari pemerintah pusat.
Jika trend penurunan pendapatan asli daerah ini terus berlanjut maka dipastikan kedepannya sumber pendapatan daerah Provinsi Maluku dapat semakin terbatas.
Selain itu, ketergantungan pada Sektor tertentu artinya jika penurunan pendapatan berasal dari sektor tertentu seperti pajak daerah atau retribusi, maka terjadi ketergantungan yang berlebihan pada sektor tersebut.
“Jika sektor ini mengalami masalah atau perlambatan, hal ini dapat berdampak signifikan pada pendapatan daerah,” jelasnya.
Selanjutnya, dari aspek belanja daerah mengalami persoalan berkaitan dengan pengelolaan infrastruktur, dimana belanja di sektor pekerjaan umum dan penataan ruang dapat menunjukkan adanya permasalahan dalam pengelolaan infrastruktur.
Hal ini dapat menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah jika infrastruktur yang diperlukan tidak dikelola dengan baik sehingga berdampak pada Pelayanan Publik.
“Jika efisiensi belanja diartikan sebagai pemotongan anggaran pada sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan, hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” bebernya.
Berdasarkan sejumlah persoalan dalam tata kelola pemerintahan Provinsi Maluku, maka Fraksi Golkar dengan tegas menolak LPJ Gubernur tahun anggaran 2022.
“Penolakan Fraksi Golkar terhadap laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2022, bukan sekadar bisik-bisik tetapi didasarkan pada sejumlah fakta pengelolaan pemerintahan di Maluku yang tidak sesuai dengan aturan,” tegas Anos.
Sementara itu, Fraksi PDIP, Jafet Pattiselano menambahkan, tidak ada niat politik kemitraan untuk membahas dokumen APBD perubahan 2022 bersama DPRD yang baru pertama kalinya terjadi di tahun anggaran 2022.
“Saudara Gubernur tidak menyampaikan APBD Perubahan Tahun 2022, walaupun secara ketentuan peraturan perundang-undangan tidak ada larangan dan saudara Gubernur dapat menetapkan penjabaran APBD dengan Peraturan Kepala Daerah, namun dalam Konteks politik kemitraan yang setara, selayaknya Perubahan APBD tersebut dilakukan sehingga DPRD dapat menggunakan Hak anggarannya untuk membahas setiap perubahan APBD dengan Pemerintah Daerah,” kesal Ketua
Pembahasan APBD perubahan antara Gubernur dan DPRD juga sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas atas perencanaan dan pengelolaan anggaran untuk kepentingan masyarakat dan daerah.
Selain itu, penyampaian Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2022 yang lewat waktu berdasarkan Pasal 320 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan Kepala Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD, yang dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
“Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka Gubernur wajib menyerahkan Ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2022 kepada DPRD tidak bisa melewati tanggal 30 Juni 2022, Namun pada kenyataannya baru menyerahkan lewat Rapat Paripurna DPRD Maluku pada tanggal 4 Juli 2022,” bebernya.
Secara Hukum, Gubernur telah melanggar Pasal 320 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2014 tersebut di atas, karena telah lewat tenggat waktu penyerahan ranperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2022.
Walaupun dari segi waktu telah terjadi keterlambatan, tetapi secara Etika Politik Gubernur juga dengan sengaja tidak mau menghadiri Rapat Paripurna DPRD tanggal 4 Juli 2023 untuk menyerahkan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun 2022 kepada DPRD.
Padahal, di Pasal 320 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2014 menyebutkan Kepala Daerah yang harus menyampaikan ranperda tersebut, bukan wakil kepala daerah, bahkan ketidak hadiran Gubernur selaku Kepala Daerah tanpa ada menyampaikan secara tertulis alasan ketidakhadirannya.
Akibatnya, ketika dikonfirmasi Wakil Gubernur Barnabas Orno juga tidak mengetahui alasan Gubernur tidak dapat hadir dalam paripurna.
Ketidakhadiran Gubernur dalam paripurna, kata Pattiselano, menggambarkan bahwa Saudara Gubernur sangat tidak serius dengan daerah yang dipimpinnya ini.
Bahkan, ketidakhadiran OPD dan TAPD dalam pembahasan LPJ Gubernur mengakibatkan badan anggaran (Banggar) DPRD tidak dapat melakukan pandalaman, verifikasi dan mengkonfirmasi beberapa permasalahan dari Pelaksanaan APBD Tahun 2022.
Atas sejumlah persoalan yang terjadi, maka Fraksi PDIP menyatakan menolak LPJ Gubernur tahun anggaran 2022.
“Kami Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Maluku, menyatakan menolak rancangan peraturan daerah tentang Pertangungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Maluku tahun anggaran 2022 untuk dilakukan persetujuan menjadi peraturan daerah Maluku,” tegas Pattiselano. (EVA)