AMBON (info-ambon.com)-Komisi II DPRD Maluku menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Pertambangan, Dinas Lingkungan Hidup, Inspektur Tambang, serta manajemen PT Batutua Tembaga Raya (BTR) , untuk membahas insiden tenggelamnya tongkang pengangkut limbah B3 milik perusahaan tersebut pada 26 Agustus 2025 lalu.
Rapat yang berlangsung di ruang Komisi II DPRD Maluku, Selasa (21/10/2025), dipimpin Ketua Komisi II Irawadi, didampingi Wakil Ketua Suanthie John Laipeny, Sekretaris Jefri Jaran, serta sejumlah anggota komisi lainnya seperti Andreas Taborat, Alhidayat Wadjo, Ridwan Nurdin, Anos Yermias, Ari Sahertian, dan Suleman Letsoin.
Dalam rapat tersebut, Irawadi menyoroti potensi pencemaran laut akibat kecelakaan yang terjadi saat proses pemuatan material limbah hasil pengolahan tembaga di area tambang.
“Kita tidak bisa menutup mata bahwa pasti ada dampak lingkungan di area pemuatan tersebut,” ujar Irawadi.
Ia menambahkan, dari penjelasan teknis yang disampaikan, terdapat indikasi bahwa sisa hasil olahan material mengandung unsur kimia tertentu. “Ada kemungkinan senyawa ini ketika bercampur dengan air laut bisa menimbulkan pencemaran. Ini yang perlu dipastikan melalui kajian ilmiah,” katanya.
Komisi II juga mempertanyakan kelayakan dokumen kapal tongkang yang digunakan. Irawadi meminta agar dokumen perawatan dan kelayakan kapal diperiksa, termasuk catatan terakhir kali tongkang itu menjalani proses docking di galangan.
“Setiap kapal, apalagi tongkang pengangkut material berbahaya, wajib memiliki dokumen kelayakan berlayar dan perawatan tahunan. Jangan sampai kapal yang sudah seharusnya menjadi besi tua masih dipaksa beroperasi hanya karena faktor biaya,” tegasnya.
Menurut data sementara yang diperoleh Komisi II, tongkang tersebut telah melakukan sekitar 28 kali pemuatan material hasil olahan tambang. Aktivitas berulang dengan muatan berbahan kimia dapat mempercepat proses korosi pada badan kapal dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Komisi II DPRD Maluku menegaskan akan terus memantau hasil kajian dan meminta PT BKP–BTR serta instansi teknis bertanggung jawab terhadap setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Roy Syauta menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti persoalan ini secara transparan. “Kami akan melibatkan tim ahli dari Universitas Pattimura untuk melakukan studi dan menilai dampak lingkungan secara menyeluruh,” ujarnya.
Direktur Utama PT Batutua Tembaga Raya (BTR), Boiyke Poerbaya Abidin, memastikan perusahaan terus melakukan langkah aktif untuk menanggulangi dampak lingkungan pasca insiden tenggelamnya tongkang di area Wetar Base Camp (WBC).
“Kami masih terus melakukan treatment aktif di tiga titik area WBC dengan menggunakan perahu dan peralatan khusus untuk mengatasi residu yang tenggelam. Setelah itu dilakukan penyedotan dan pembersihan,” jelas Boiyke.
Selain treatment aktif, BTR juga melakukan pemantauan harian terhadap kualitas air laut di sekitar lokasi. “Kami menambah beberapa titik pemantauan sesuai arahan Dinas Lingkungan Hidup, termasuk satu titik kontrol di perairan selatan Wetar yang cukup jauh dari lokasi kejadian,” katanya.
Pemantauan terhadap biota laut pun dilakukan setiap hari untuk mendeteksi kemungkinan adanya kematian ikan akibat pencemaran. “Hingga saat ini tidak ditemukan ikan mati di area tersebut,” tambahnya.
Menurut Boiyke, sampel air laut dari lokasi kejadian telah diambil pada 10 Oktober 2025 dan dikirim ke laboratorium terakreditasi di Jakarta pada 14 Oktober. “Biasanya proses analisa membutuhkan waktu sekitar dua minggu setelah sampel diterima,” ujarnya.
Terkait evakuasi tongkang, Boiyke menyebut bagian depan kapal telah berhasil ditarik pada 19 Oktober, sementara bagian belakang masih terkendala karena tertanam dan mengalami kebocoran tangki.
“Tim salvage kini memotong sebagian struktur tongkang dan menggunakan grab crane untuk membantu pengangkatan. Evakuasi penuh ditargetkan selesai dalam satu hingga dua minggu ke depan,” katanya.
BTR juga bekerja sama dengan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon untuk melakukan kajian biota laut. “Kami sudah menjalin komunikasi, dan direncanakan pertengahan Oktober atau awal November tim Unpatti akan turun ke lapangan untuk melihat kondisi dan berdiskusi awal sebelum analisa lanjutan dilakukan,” ujarnya.
Boiyke menegaskan, seluruh langkah yang dilakukan merupakan bentuk komitmen perusahaan menjaga kualitas lingkungan laut di sekitar wilayah operasional.
“Kami berupaya maksimal agar dampak lingkungan bisa diminimalisir dan kondisi laut tetap terjaga,” pungkasnya. (EVA)
Discussion about this post