JAKARTA(info-ambon.com)– Nurcholish Madjid Society, Maarif Institute, dan Jaringan Gusdurian, Rabu (18/9/2019) di Double Tree Hilton Hotel Cikini, Jakarta menggelar Forum Titik Temu dengan menghadirkan tokoh bangsa, pemuka agama lintas keyakinan serta tokoh panutan di berbagai bidang untuk berembuk dan menyampaikan seruan moral serta kerja sama konkrit agar masyarakat berdaya dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu politik dan politisasi agama yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
Forum ini dilatar belakangi kondisi bangsa yang terjadi belakangan ini dimana fragmentasi sosial kelihatan semakin memburuk serta kohesivitas sosial dan ikatan kekerabatan tidak teruji manakala berhadapan dengan perbedaan pandangan politik dan keyakinan keagamaan.
Bahkan saat ini, masyarakat di akar rumput sibuk mencari kelemahan dan keburukan yang lain, sementara para elit politik begitu masygul memburu jabatan dan posisi di lembaga pemerintahan.
Dalam rilisnya yang diterima info-ambon.com, penyelenggara kegiatan yakni Nurcholish Madjid Society, Maarif Institute, dan Jaringan Gusdurian mengakui, forum ini adalah tempat berkumpulnya civil society, yang berorientasi pada gerakan kultural, dan merupakan respon sekaligus penegasan bahwa masyarakat Indonesia harus bekerja sama dan berjalan beriringan dengan berpedoman pada dasar negara yakni Pancasila, yang saat ini adalah prioritas mewujudkan hidup yang penuh perdamaian, keadilan dan persatuan.
Presiden RI, Joko Widodo hadir dan memberikan sambutan kunci pada forum itu. Ada juga pembicara lain yakni Jenderal (Purn) Moeldoko, Prof. Dr Azyumardi Azra, Yudi Latief, Ph.D, Dr Simon Petrus Lili Tjahyadi, Dra Yayah Khisbiyah, Dr Haidar Bagir, Henny Supolo Sitepu, Bhante Nyanasuryanadi MAhathera, Lies Marcoes-Natsir, Ratu Shr Bhagawan Narayana Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun, Juwita Jatikusumah Putri, Ws.Dr Chandra Setiawan, Prof Dr Faizah Binti Awad, Muhamad Wahyuni Nafis, Inyah Wahid dan Abd Rohim Ghazali dan tak lupa Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.
Dalam paparan singkatnya, Louhenapessy menekankan soal cinta dan kasih sayang yang harus terus dipelihara bangsa ini, untuk meredam seluruh isu dan perbedaan yang terjadi.
Menurutnya, Ambon pernah hancur 20 tahun lalu dan memasuki masa-masa sulit, bahkan Ambon kala itu ibarat neraka, serta tidak ada orang yang berkunjung ke Ambon. Itu terjadi, seperti dikatakan ahli tafsir dan pendiri pusat studi Al-Quran, Quraish Shihab, karena emosi keagamaan.
Dikatakan, untuk untuk meredam emosi keagamaan itu, maka pola yang menjadi salah satu jalan keluar adalah pendekatan kebudayaan dengan mengedapankan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di wilayah setempat khususnya di Maluku dan Ambon.
Ambon sejak situasi itu, selalu mengedepankan cinta dan kasih sayang, dan memang saat ini, Ambon sudah penuh dengan cinta atau Ambon Penuh dengan Kasih Sayang. Nilai itu juga, ternyata didapati dari almahrhum Presiden Gus Dur saat menyelesaikan konflik Ambon.
Pada saat membicarakan kondisi Ambon saat konflik terjadi, walaupun dalam kondisi sakit, Gus Dur tetap menerima delegasi tokoh Maluku. ‘’Saya ingat betul, karena saat itu saya ketua salah satu fraksi di DPRD Maluku. Ditengah ketegangan Ambon, ditengah begitu tegangnya Ambon, almarhum Gus Dur walau dalam keadaan sakit namun menerima delegasi dari Maluku untuk berdiskusi mencari jalan keluar bagi kondisi Maluku. Bahkan diskusi itu dilakukan dikamarnya. Dan pendekatan Gus Dur itu, adalah pendekatan kebudayaan dan kasih. Kami tahu, apa yang Gus Dur lakukan itu karena cintanya kepada Indonesia,’’ tegas Louhenapessy.
Dan dari semangat-semangat cinta dan kasih sayang itu pula, Ambon sudah berubah total saat ini, karena 20 tahun kemudian Ambon diberikan penghargaan dari pemerintah pusat sebagai kota dengan tingkat kerukunan antar umat beragama yang terbaik di Indonesia.
Soal semua itu dan soal diskusi yang kita lakukan untuk mencari jalan temu atau titik temu itu, papar Louhenapessy, kata kuncinya ada pada cinta dan kasih sayang, karena itu kekuatan Indonesia.
‘’Dan kalau sekarang ini bapak ibu datang ke Ambon, maka Ambon hanya penuh dengan cinta dan kasih sayang, dengan musik sebagai bahasa komunikasi universal dalam menjembatani kepentingan kita di Maluku dan Ambon khususnya,’’ demikian Louhenapessy.
Selain ahli tafsir dan pendiri pusat studi Al-Quran, Quraish Shihab, juga hadir istri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, dan tokoh perempuan yang juga istri almarhum Nurcholish Madjid, Omi Komaria Nurcholish Madjid. (PJ)