AMBON (info-ambon. com)- Ombak Laut Arafura berdebur pelan di pesisir Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Provinsi Maluku. Di ufuk timur, kapal-kapal logistik mulai bersandar membawa peralatan berat. Setelah bertahun-tahun tertunda, Proyek Abadi Blok Masela LNG akhirnya bergerak kembali menandai babak baru energi dari timur Indonesia.
- Lokasi geografis: Blok Masela berada di Laut Arafura.
- Koordinat relatif: Sekitar 800 km sebelah timur Kupang dan 400 km di utara Darwin.
- Kedalaman laut: 300 hingga 1000 meter.
- Luas area: 4.291,35 km persegi.
Setelah melalui penantian panjang, Final Investment Decision (FID) proyek ini resmi ditandatangani pada pertengahan 2025 oleh Inpex Corporation, Pertamina, dan Petronas. Kesepakatan itu menjadi titik balik bagi proyek gas raksasa senilai lebih dari USD 20 miliar yang sempat tertunda hampir satu dekade.
Dengan cadangan gas terbukti mencapai 10,5 triliun kaki kubik (TCF), Blok Masela diproyeksikan menjadi salah satu lapangan gas terbesar di Asia Tenggara.
“Masela bukan sekadar proyek energi, tapi momentum kebangkitan Maluku,” tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, saat meninjau lokasi proyek di Saumlaki pada Bulan September 2025 lalu.
Proyek Abadi Masela berada di bawah pengelolaan konsorsium Inpex–Pertamina–Petronas. Setelah berbagai revisi desain dan perizinan, proyek ini ditargetkan memulai produksi sekitar 2030 dengan kapasitas 9,5 juta ton LNG per tahun.
Bagi masyarakat Maluku, terutama di Kepulauan Tanimbar, geliat Masela bukan hanya urusan industri energi, tapi juga awal dari perubahan ekonomi lokal.
“Dulu banyak anak muda pergi merantau karena tak ada pekerjaan. Sekarang, pelatihan teknis mulai digelar. Kami ingin ikut bekerja di proyek ini,” ujar Ruben Letelay (31), warga Desa Olilit, Saumlaki kepada info-ambon.com, Sabtu (25/10/2025).
Sebagai bagian dari komitmen tanggung jawab sosial, Inpex dan Pertamina menyiapkan program pengembangan masyarakat senilai Rp 1,2 triliun.
Program tersebut mencakup pelatihan tenaga kerja, pemberdayaan UMKM, hingga pembangunan fasilitas publik di wilayah Maluku Tenggara dan Kepulauan Tanimbar.
Langkah ini diharapkan bisa mendorong munculnya ekosistem ekonomi baru di sekitar proyek, tidak hanya selama masa konstruksi, tetapi juga ketika kilang LNG mulai beroperasi penuh.
Kehadiran Blok Masela memperkuat posisi wilayah timur sebagai penopang utama ketahanan energi nasional. Setelah proyek Tangguh LNG di Teluk Bintuni, Papua Barat, kini Maluku bersiap mengambil peran serupa melalui pengembangan gas di Laut Arafura.
“Di sini, setiap liter gas yang kami hasilkan bukan sekadar angka di laporan, tapi napas untuk negeri,” kata Nanda Nurdin, Senior Manager BP Indonesia, yang juga terlibat dalam proyek pengembangan gas di Papua dan Maluku.
Gas dari timur Indonesia kini tak lagi hanya untuk ekspor, tapi juga disalurkan untuk memenuhi kebutuhan domestik, termasuk pasokan bagi pembangkit listrik PLN di Jawa dan Sulawesi.
Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), kontribusi wilayah Papua dan Maluku terhadap produksi gas nasional mencapai sekitar 20 persen pada 2025.
Meski optimisme mengalir, perjalanan menuju kemandirian energi dari timur tidak mudah. Medan geografis yang menantang, keterbatasan infrastruktur, serta biaya logistik tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku industri migas di Papua dan Maluku.
Selain itu, pemerintah dan perusahaan juga dituntut untuk memastikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal — agar proyek raksasa ini tidak hanya menghasilkan keuntungan ekonomi, tetapi juga menciptakan kesejahteraan di daerah penghasil.
“Masela harus jadi proyek yang memberi nilai tambah nyata. Bukan hanya gas yang keluar, tapi juga keterampilan, infrastruktur, dan harapan baru bagi masyarakat Maluku,” kata Arifin Tasrif.
Di tengah dorongan global menuju energi hijau, gas bumi kini dilihat sebagai “energi jembatan”menuju masa depan rendah karbon.
Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), peran gas masih sangat penting dalam menjaga ketahanan energi nasional.
“Selama transisi energi masih berlangsung, gas menjadi sumber energi yang bersih, stabil, dan vital untuk menjembatani perubahan menuju energi terbarukan,” ujarnya.
Baik Tangguh di Papua maupun blok Masela di Maluku tengah menyiapkan penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) untuk menekan emisi karbon. Langkah ini akan menjadikan proyek-proyek di timur sebagai contoh gas hijau berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik.
Sore hari di Saumlaki, matahari tenggelam di balik laut Arafura, memantulkan cahaya keemasan di atas air yang tenang. Di kejauhan, deretan alat berat berdiri di tepi pantai simbol awal dari sebuah perubahan besar.
“Anak-anak kami nanti mungkin tidak bekerja di migas, tapi di energi bersih. Tapi dasar dan ilmu mereka dimulai dari sini,” ujar Ruben sambil menatap laut.
Dari Papua hingga Maluku, denyut energi dari timur kini bukan lagi cerita pinggiran. Ia adalah nadi baru Indonesia — yang tak hanya mengalirkan gas, tapi juga harapan, pengetahuan, dan masa depan.
Jika dilihat Fakta dan Angka – Hulu Migas di Papua dan Maluku (Oktober 2025)
•Kontribusi Papua–Maluku terhadap produksi gas nasional: ±20%
•Tangguh LNG (Papua Barat): 11,4 juta ton LNG per tahun
•Abadi Masela LNG (Maluku): Cadangan 10,5 TCF, investasi > USD 20 miliar
•Produksi LNG Masela: 9,5 juta ton per tahun (target mulai 2030)
•Program pengembangan masyarakat Masela: Rp 1,2 triliun
•Teknologi hijau: Penerapan CCUS untuk pengurangan emisi karbon. (EVA)







Discussion about this post