AMBON- Dalam rangka memberikan pengetahuan bagaimana cara mengkaji kebutuhan pasca bencana dan penyusunan renaksi rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana secara cepat, tepat dan terpadu, BPBD Provinsi Maluku menyelenggarakan Pelatihan Pengkajian Kebutuhan Paska Bencana atau Jitupasna, Rabu, (7/9/2022) di Grand Avira Hotel, Batu Merah, Ambon.
Tujuan pelatihan ini, tak lain untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) BPBD dan SKPD terkait serta stkeholder dalam rangka penerapan prinsip-prinsip dan sistem serta manajemen JIitupasna dalam kegiatan Rehabilitasi Rekonstruksi Pascabencana di Maluku.
Pelatihan dibuka secara resmi oleh Pj. Sekda Maluku, Sadali Ie didampingi Plt Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Maluku, Syarif Hidayat di tandai dengan pemukjlan tifa.
Pj. Sekda saat menyampaikan sambutan Gubernur Maluku menyampaikan, kegiatan ini merupakan salah satu kebutuhan dasar mengingat wilayah timur Indonesia , khususya Provinsi Maluku merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap bencana, sehingga tentunya membawa dampak yang besar, karena selain merusak infrastruktur juga dapat memakan korban jiwa.
Berkaca pada bencana gempa bumi berkekuatan 6,5 skala Richter yang terjadi di Provinsi Maluku tahun 2019 yang melanda Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Kota Ambon, di mana data kerusakan dan kerugian serta kebutuhan pasca bencana sangat besar sehingga perlu dan penting dalam hal pemulihan dampak pasca bencana.
“Oleh karena itu, diperlukan pengkajian kebutuhan pasca bencana (Jitupasna) untuk mempermudah pengambilan kebijakan dalam melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah bencana,” harap Sekda.
Jitupasna, jelas Sekda, merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan program serta kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana dalam bentuk dokumen Rencana Aksi (RENAKSI).
Hal ini, sebut Sekda, selaras dengan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
Lanjutnya, pada pasal 4 penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi, memerlukan dokumen Jitupasna, perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pengalokasian sumber daya dan dana, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan.
Begitu juga Renaksi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana adalah dokumen perencanaan pemulihan pasca bencana berupa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilakukan dalam periode waktu tertentu yang disusun secara bersama antar BPBD dan OPD terkait dan pemangku kepentingan lainnya,” papar Sekda.
Untuk itu, sehubungan dengan pelatihan ini, Sekda menyampaikan apresiasi kepada BPBD yang telah menyelenggarakan pelatihan Jitupasna ini.
“Ucapan terima kasih juga , kami sampaikan kepada narasumber dari BNPB RI yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu kepada para peserta di Provinsi Maluku,” tandas Sekda.
Sementara itu, Plt Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Maluku, Syarif Hidayat menyampaikan, penanggulangan bencana dilakukan dengan prinsip dasar membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) dan diwujudkan dalam bentuk Renaksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Rangkaian proses penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Post Disaster Need Assesment/Jitupasna.
Pengkajian ini, jelas Syatif Hidayat, merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menetapkan kebijakan program maupun kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Sehingga untuk mewujudkan komitmen tersebut, maka pada hari ini BPBD Maluku melakukan Kegiatan Pelatihan Jitupasna dengan mendatangkan Narasumber dari BNPB dan Peserta kegiatan berasal dari berbagai instansi terkait di Lingkup Pemerintah Provinsi Maluku,”imbuhnya.
Jitupasna/ Post Disaster Need Assessment (PDNA), sebutnya, adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan.
“Jitupasna penting dilakukan karena, berfungsi sebagai catatan mengenai kerusakan yang disebabkan oleh bencana yang sudah terjadi, Memberikan perkiraan kerugian untuk digunakan pada proses penghitungan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi, Memberikan gambaran atau bukti, manfaat yang akan didapat dari kegiatan mitigasi, Memberikan informasi bagi (stakeholder) masyarakat yang rentan atau berpotensi menjadi korban,” tuturnya.
Untuk itu, harap Syarif, setelah mengikuti pelatihan Jitupasna, peserta memiliki pemahaman yang sama terkait sistem dan manajemen kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Maluku dengan prinsip “bulid back better” (membangun yang lebih baik),” tandasnya.
Terkait penyelenggaraan pelatihan ini, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Maluku, M. Jen Tomagola selaku ketua panitia, menyebutkan, pelatihan diikuti sebanyak 20 orang, terdiri dari BPBD Provinsi Maluku dan SKPD Teknis Terkait di Lingkungan Provinsi Maluku. Kegiatan akan berlangsung selama tiga hari sejak tanggal 7 hingga 9 September mendatang.
“Tujuan pelatihan ini, tak lain untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) BPBD dan SKPD terkait serta stkeholder dalam rangka penerapan prinsip-prinsip dan sistem serta manajemen JIitupasna dalam kegiatan Rehabilitasi Rekonstruksi Pascabencana di Maluku,” tandasnya.