AMBON (info-ambon.com)- Angka stunting di Provinsi Maluku saat ini masih tinggi, dimana, saat ini Provinsi Maluku berada di urutan 13 dari seluruh Provinsi di Indonesia.
Oleh karena itu, Ketua Komisi IV Samson Atapary meminta kepada sejumlah OPD terkait untuk menangani kasus stunting dengan program Gemar makan ikan. “Salah satu upaya penanggulangan kasus stunting di Maluku adalah menggencarkan program gemar makan ikan, selain penanganan secara terpadu dari instansi terkait,” katanya kepada wartawan di Kantor DPRD Provinsi Maluku, Senin (26/6/2023).
Selain itu, pihaknya meminta OPD terkait kordinasi persoalan masalah stunting yang terjadi pada 11 Kabupaten di Maluku. OPD terkait harus menjalankan program penurunan stunting dengan mencari solusi yang lebih komprehensif, antara lain, dengan meningkatkan asupan ikan segar sebagai sumber protein. Protein hewani merupakan sumber gizi vital bagi tumbuh kembang balita dan anak.
Baca juga:Sairdekut Sebut Hak Angket Pansus Jadi Pilihan Penyelesaian Pasar Mardika
“Provinsi Maluku memiliki laut luas, yang di dalamnya terkandung potensi perikanan besar. Meski memiliki sumber protein hewani berlimpah, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk menekan tingginya angka stunting,” lanjut Atapary.
Dikatakan, prevalensi stunting ini pun masih di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 persen. “Memang kasus stunting di Provinsi ini tahun lalu turun, namun masih di atas batasan WHO. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes RI menyebutkan prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022, turun 2,6 poin dibanding 2021 sebesar 28,7 persen,” terangnya.
Baca juga:Insentif Covid-19 RS Lapangan dr Fx Suhardjo Ambon Bakal Dibayarkan
Atapary menyebutkan, upaya menekan angka stunting yang gencar dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku kini dihadapkan lagi dengan persoalan baru. “Persoalan ini muncul setelah BKKBN Provinsi Maluku merilis data balita yang berisiko terpapar stunting mencapai 97.563 orang. Jumlah tersebut cukup besar dan membawa berbagai dampak negatif pada masa mendatang, baik terhadap pertumbuhan anak sendiri maupun perekonomian bangsa ini. Oleh karena itu harus ditanggulangi sejak dini,” tandas dia.
Data dari dinas kesehatan maluku menyatakan sebenarnya pemetaan akar masalah sudah jelas, tetapi masi ada kelemahan karena intervensinya belum terstruktur dan terorganisir dengan baik. “Setiap OPD diminta harus berkoordinasi, jangan jalan sendiri-sendiri. Misalnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku yang punya program penanganan secara langsung namun hanya mendapat anggaran Rp175 juta,” ujarnya. (EVA)