AMBON (info-ambon.com)- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Maluku menegaskan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar benar-benar memberikan manfaat serta rasa aman bagi peserta didik.
Penegasan tersebut disampaikan Kepala Bidang SMA Dindikbud Provinsi Maluku, Fence Mandaku, saat kegiatan coffee morning yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Maluku di salah satu cafe di Kota Ambon, Selasa (16/12/2025).
Fence mengatakan, sektor pendidikan merupakan penerima manfaat langsung dari program MBG karena sasaran utamanya adalah anak-anak sekolah. Namun, menurut dia, manfaat tersebut hanya akan optimal apabila pelaksanaannya dikoordinasikan secara matang dengan sektor terkait.
“Kalau koordinasi berjalan baik, anak-anak akan menikmati makanan yang sehat dan aman. Tetapi jika tidak, justru akan menimbulkan kekhawatiran, bahkan kasus keracunan seperti yang belakangan ini terjadi di beberapa daerah,” kata Fence.
Ia mengungkapkan, berdasarkan temuan Ombudsman RI, terdapat sedikitnya delapan persoalan utama dalam pelaksanaan MBG secara nasional. Salah satu yang paling menonjol adalah kesenjangan antara target penerima dan realisasi layanan di lapangan.
Di Provinsi Maluku, dari sekitar 298 SMA yang ada, baru 94 sekolah yang terlayani program MBG atau sekitar 32 persen. Kondisi serupa juga terjadi pada jenjang SMK dan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Selain cakupan layanan, Fence menyoroti persoalan keamanan pangan, khususnya kasus keracunan makanan. Ia menyinggung insiden di SMA Negeri 1 Seram Bagian Barat, di mana ratusan siswa sempat mendapatkan penanganan medis akibat dugaan keracunan makanan.
“Tidak ada korban jiwa dan penanganannya berjalan cepat. Namun, kejadian ini menjadi alarm penting bagi semua pihak. Setelah itu kami langsung memanggil Kepala Cabang Dinas untuk melakukan rapat koordinasi,” ujarnya.
Fence juga menilai belum transparannya penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelayanan Gizi (SPG) berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Selain itu, beban kerja SPG yang tinggi, dengan satu dapur melayani hingga 3.000 siswa, dinilai berisiko menurunkan kualitas layanan.
Persoalan lain yang turut disoroti meliputi keterbatasan sumber daya manusia, keterlambatan pembayaran honor, hingga ketidaksesuaian mutu bahan baku pangan. Untuk itu, ia mendorong pemanfaatan bahan pangan lokal Maluku yang dinilai lebih segar, sehat, dan mudah diawasi.
“Kalau bahan pangan lokal tersedia, sebaiknya dimanfaatkan. Ini penting untuk menjamin mutu makanan sekaligus mendukung petani lokal,” tegas Fence.
Dindikbud Maluku berharap pelaksanaan MBG ke depan tidak hanya berfokus pada kuantitas penerima, tetapi juga menjamin kualitas, keamanan pangan, serta kesehatan peserta didik melalui sinergi kuat antara Dinas Pendidikan, Kesehatan, Pertanian, Ketahanan Pangan, dan seluruh pemangku kepentingan terkait. (EVA)








Discussion about this post