AMBON (info-ambon.com)-Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku mencatat ekspor Maluku pada Oktober 2025 tercatat nihil. Hal itu disampaikan Plh Kepala BPS Provinsi Maluku, Jessica Pupella, dalam rilis resmi yang disampaikan, Selasa (2/12/2025).
“Tidak adanya kegiatan ekspor pada Oktober 2025 membuat nilai ekspor Maluku anjlok 100 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024, yang mencapai US$8,15 juta,” jelas Pupella.
Dijelaskan, secara kumulatif, nilai ekspor Maluku pada Januari–Oktober 2025 mencapai US$33,53 juta atau turun 31,83 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Seluruh ekspor tersebut berasal dari sektor nonmigas dan mengalami penurunan 11,60 persen.
“Tiongkok menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$30,44 juta, disusul Hongkong sebesar US$2,94 juta. Kedua negara tersebut menyumbang 99,54 persen dari total ekspor Maluku. Sementara ekspor ke luar kawasan Asia hanya tercatat ke Amerika Serikat sebesar US$0,15 juta atau berkontribusi 0,46 persen,” lanjut Pupella.
Menurut data pelabuhan muat, ekspor Maluku pada Januari–Oktober 2025 didominasi oleh Pelabuhan Yos Sudarso dengan kontribusi 98,97 persen atau senilai US$33,19 juta, diikuti Pelabuhan Tual sebesar US$0,34 juta atau 1,03 persen.
Di sisi lain, lanjut Pupella, nilai impor Maluku pada Oktober 2025 mencapai US$21,87 juta, turun 32,11 persen dibanding Oktober 2024. Secara kumulatif, impor Januari–Oktober 2025 tercatat US$274,55 juta atau turun 31,24 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan signifikan juga terjadi pada impor nonmigas. Nilainya turun 84,45 persen dari US$18,09 juta menjadi hanya US$2,81 juta.
Singapura menjadi pemasok barang impor terbesar ke Maluku dengan nilai US$192,57 juta atau 70,14 persen. Setiapnya disusul Malaysia US$79,17 juta (28,83 persen) dan Tiongkok US$2,81 juta (1,02 persen). Impor dari negara-negara ASEAN mendominasi sebesar US$271,74 juta (98,98 persen).
Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Maluku selama Januari–Oktober 2025 mengalami defisit US$241,02 juta.
“Defisit itu berasal dari sektor migas yang mencapai US$271,74 juta, sementara sektor nonmigas masih mencatat surplus US$30,72 juta,” tutup Jessica. (EVA)








Discussion about this post