MAROS (info-ambon.com)- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Kpw BI) Provinsi Maluku mengajak sejumlah wartawan dari Kota Ambon melakukan studi tiru pariwisata di Kawasan wisata andalan “Rammang-Rammang” di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (8/10/2925). Destinasi wisata tersebut menjadi bukti keberhasilan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, dengan proses transaksi para pengunjung atau para wisata menggunakan Qris. Berkat sinergi warga dan dukungan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia dan sejumlah BUMN, Rammang-Rammang kini menjelma menjadi destinasi kelas dunia yang masuk dalam daftar UNESCO Global Geopark sejak 2017.
Kawasan ini dikenal sebagai salah satu bentang karst terbesar di dunia, sejajar dengan yang ada di Tiongkok dan Vietnam. Gugusan tebing kapur, hutan mangrove, serta perkampungan tradisional yang damai menjadikan Rammang-Rammang magnet bagi wisatawan domestik dan mancanegara.
Pembangunan Rammang-Rammang dimulai melalui skema bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari sejumlah perusahaan, seperti PT Semen Bosowa, PT Angkasa Pura, PT Pelindo, BNI, dan Bank Indonesia. Total bantuan yang masuk mencapai lebih dari Rp3 miliar.
Selain pembangunan perahu dan fasilitas umum, Bank Indonesia juga membangun dermaga dan jalan akses untuk mempermudah mobilitas wisatawan. Fasilitas ini disebut oleh warga sangat berdampak pada peningkatan kunjungan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami bersyukur. Sekarang dusun kami lebih hidup, banyak wisatawan datang. Ada tempat berteduh, jalan, dan dermaga yang baik. Semua ini berkat bantuan Bank Indonesia,” ujar salah satu warga Kampung Berua.
Untuk menuju pusat wisata di Kampung Berua, pengunjung harus menyusuri Sungai Putemenggunakan perahu bermotor selama 45 menit dari Dermaga II Rammang-Rammang. Di sepanjang perjalanan, wisatawan disuguhi pemandangan pohon nipah, hutan bakau, dan latar belakang tebing karst yang menjulang tinggi.
Tarif sewa perahu berkisar Rp300 ribu per unit, dapat memuat 3 hingga 8 orang. Menurut warga setempat, sebagian besar perahu yang digunakan adalah bantuan dari BUMN.
Setibanya di Kampung Berua, pengunjung disambut hamparan sawah dan suasana tenang khas desa. Sekitar 18 keluarga yang tinggal di kampung ini masih memiliki hubungan kekerabatan dan menjaga tradisi lokal.
Kawasan ini juga sudah mendukung pembayaran digital menggunakan QRIS, memudahkan wisatawan dalam bertransaksi.
Selain keindahan sungai dan perkampungan, wisatawan juga dapat menjelajahi sejumlah gua alamiseperti Gua Berlian, Gua Kelelawar, dan Gua Kunang-Kunang yang menawarkan pengalaman geowisata yang edukatif.
Tak jauh dari Kampung Berua terdapat Taman Hutan Batu Kapur yang hanya bisa diakses dengan perahu. Lanskap ini menjadikan Rammang-Rammang sebagai destinasi yang unik dan tak mudah ditemukan di tempat lain.
Di balik kesuksesan Rammang-Rammang, ada peran penting warga seperti Umar (38), pengemudi perahu dari Dusun Rammang-Rammang, Desa Salenrang. Sehari-hari, ia mengantar wisatawan menyusuri Sungai Pute.
“Kalau hari biasa dapat Rp200 ribu sampai Rp300 ribu. Kalau ramai bisa sampai Rp500 ribu,” ujarnya kepada Info-Ambon, Kamis (9/10/2025).
Umar mengaku sebagian besar perahu milik warga merupakan bantuan dari Angkasa Pura dan Pelindo. Ia berharap perhatian dari Pemkab Maros bisa lebih besar, terutama dalam perbaikan jalan dan fasilitas dermaga.
“Kalau jalan ke dermaga diperbaiki, wisatawan pasti makin nyaman. Sekarang banyak yang berlubang,” katanya.
Dengan kombinasi bentang alam karst yang megah, budaya lokal yang masih terjaga, dan pengelolaan wisata yang ramah lingkungan, Rammang-Rammang layak disebut sebagai salah satu surga tersembunyi Indonesia.
Bagi wisatawan yang ingin menikmati ketenangan, menjauh dari hiruk pikuk kota, atau sekadar berburu lanskap Instagramable, kawasan ini adalah tempat yang tepat untuk dikunjungi.
Dalam kunjungan studi tiru yang dilakukan oleh KPw BI dan sejumlah wartawan, Rammang-Rammang dibandingkan dengan destinasi lain yang juga dibina oleh BI, yakni Hutan Sagu di Negeri Rutong, Kota Ambon. Hutan ini memiliki luas sekitar 22 hektare dan dikenal sebagai hutan sagu terbesar di Kota Ambon.
Kedua destinasi ini menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan wisata yang melibatkan masyarakat dan didukung oleh berbagai pihak mampu menghasilkan dampak berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun pelestarian lingkungan. (EVA)
Discussion about this post