AMBON (info-ambon.com)- Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur G. Watubun, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Pemerintah Provinsi Maluku yang menghentikan sementara aktivitas pertambangan emas di kawasan Gunung Botak, Pulau Buru.
Ia menegaskan bahwa penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida dalam aktivitas tambang harus segera dihentikan.
“Ini menyangkut keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Penggunaan merkuri dan sianida sudah terbukti membahayakan secara sistemik,” kata Benhur usai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) terkait pencemaran logam berat di Pulau Buru dan Seram, yang digelar di kantor DPRD Maluku, Selasa (22/72025).
Politikus PDI Perjuangan itu menyebut kebijakan Gubernur Maluku untuk menutup sementara tambang sebagai langkah tepat. Penutupan itu, menurutnya, memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan penataan ulang dan menyusun tata kelola pertambangan yang lebih berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal.
“Kami di DPRD mendukung sepenuhnya langkah Gubernur. Sudah waktunya kita bersikap tegas melarang praktik-praktik berbahaya ini,” ujar Benhur.
Ia juga menyoroti ketimpangan ekonomi yang muncul dari aktivitas pertambangan ilegal. Dalam banyak kasus, masyarakat lokal hanya menjadi penonton, sementara keuntungan justru mengalir ke luar daerah.
“Yang menikmati hasil tambang bukan orang Maluku. Warga di sekitar tambang tetap hidup miskin, sementara hasil bumi mereka dibawa keluar,” katanya.
Watubun menambahkan, DPRD akan menjadikan rekomendasi para ahli lingkungan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan. Para pakar disebut telah melakukan kajian selama lebih dari satu dekade terkait dampak pencemaran merkuri dan sianida terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat di Maluku.
“Ini bukan isu baru. Kajian akademik sudah sangat kuat. Pemerintah harus menindaklanjuti temuan ini secara serius. Kita tidak bisa menunda lagi,” tegasnya.
Aktivitas pertambangan liar di kawasan Gunung Botak sudah lama menjadi perhatian publik. Selain menyebabkan kerusakan lingkungan, praktik tersebut juga memicu konflik sosial dan rawan terhadap praktik kriminal. Dengan desakan dari legislatif dan dukungan kajian ilmiah, diharapkan penanganan tambang di Maluku bisa memasuki babak baru yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. (EVA)
Discussion about this post